Kamis, 15 Desember 2011

materi kebutuhan aktifitas fisik


PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIFITAS
Sebelum melaksanakan asuhan keperawatan pemenuhan aktifitas perawat terlebih dahulu harus mempelajari konsep – konsep tentang mobilisasi. Di bawah ini akan di bahas beberapa uraian penting antara lain :
1.      Pengertian mobilisasi
2.      Menjelaskan tujuan mobilisasi
3.      Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi
4.      Macam persendian diartrosis dan pergerakannya.
5.      Tanda – tanda terjadinya intolerasi aktifitas
6.      Masalah fisik akibat kurangnya mobilitas (Immobilisasi)
7.      Menjelaskan upaya pencegahan masalahyang timbul akibat kurangnya mobilisasi.
8.      Macam – macam posisi klien di tempat tidur

A. Pengertian mobilisasi

Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (kosier,
1989).
A.    Tujuan dari mobilisasi antara lain :
1.      Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2.      Mencegah terjadinya trauma
3.      Mempertahankan tingkat kesehatan
4.      Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5.      Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi obilisasi


1. Gaya hidup

Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.

2. Proses penyakit dan injuri

Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.

5. Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

D. Tipe persendian dan pergerakan sendi

Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi yang dapat digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).
E. Toleransi aktifitas

Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisai, saat mobilisasi dan setelah mobilisasi.

Tanda – tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976).


a) Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur

b) Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic.

c) Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.

d) Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.

e) Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan
posisi tubuh.

f) Status emosi labil.







F. Masalah fisik
Masalah fisik yang dapt terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai sistim antara lain :
a) Masalah musculoskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit.
b) Masalah urinary
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine.
c) Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
d) Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2).
e) Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.
G. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain :
1. Perbaikan status gisi
2. Memperbaiki kemampuan monilisasi
3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif
4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh).
5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.
H. Macam – macam posisi klien di tempat tidur
1. Posisi fowler (setengah duduk)
2. Posisi litotomi
3. Posisi dorsal recumbent
4. Posisi supinasi (terlentang)
5. Posisi pronasi (tengkurap)
6. Posisi lateral (miring)
7. Posisi sim
8. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)

MOBILISASI DENGAN MEMBERIKAN POSISI MIRING
Tujuan :
1. Mempertahankan bady aligment
2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
3. Mengurangi Meningkatkan rasa nyaman
4. kemungkinan terjadinya cedera pada perawat maupun klien
5. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap
Indikasi :
1. Penderita yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegi maupun para plegi
2. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi
3. Penderita yang mengalami pengobatan (immobilisasi)
4. Penderita yang mengalami penurunan kesadaran
Persiapan :
1. Berikan penjelasan kepada klien maksud dan tujuan di lakukan tindakan mpobilisasi ke posisi lateral.
2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran kuman ? micro organisme.
3. Pindahkan segala rintangan sehingga perawat leluasa bergerak.
4. Siapkan peralatan yang di perlukan.
5. Yakinkan bahwa klien cukup hangat dan privasy terlindungi.
Saran – saran atau hal – hal yang harus di perhatikan :
1. Perawat harus mengetahui teknik mobilisasi yang benar
2. Bila klien terlalu berat pastikan mencari pertolongan
3. Tanyakan kepada dokter tentang indikasi dan kebiasaan dilakukannya mobilisasi
Persiapan alat :
1. Satu bantal penopang lengan
2. Satu bantal penopang tungkai
3. Bantal penopang tubuh bagian belakang
Cara kerja :

1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat akan melakukan
Mobilisasi

2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih mudah bila di
lakukan mobilisasi lateral

3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut :

a) Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping tempat tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral (misalnya; mau memiringkan kekana, maka perawat ada di samping kanan klien

b) Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung pada posisi tegak.

c) Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen.

d) Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh klien

e) Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi

4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk mencegah klien terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga).

5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat di dorong.

6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap untuk melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot terpanjang dan terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah trauma dan menjaga kestabilan.

7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di letakan pada bahu klien.

8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara :

a) Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian pantat dan kaki.
b) Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk menjaga keseimbangan dan ke takstabil

c) Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega

9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian yang penting sebagai berikut :

a) Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan tubuh dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian skakula dan illeum. Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi abduksi dan adduksi ada sendi leher.

b) Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada untuk mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta untuk mencegah / membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada bahu dan lengan atas.

10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk memberikan posisi yang tepat

11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan.

12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan.


 
PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIFITAS
Sebelum melaksanakan asuhan keperawatan pemenuhan aktifitas perawat terlebih dahulu harus mempelajari konsep – konsep tentang mobilisasi. Di bawah ini akan di bahas beberapa uraian penting antara lain :
A.    Pengertian mobilisasi
B.     Menjelaskan tujuan mobilisasi
C.     Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi
D.    Macam persendian diartrosis dan pergerakannya.
E.     Tanda – tanda terjadinya intolerasi aktifitas
F.      Masalah fisik akibat kurangnya mobilitas (Immobilisasi)
G.    Menjelaskan upaya pencegahan masalahyang timbul akibat kurangnya mobilisasi.
H.    Macam – macam posisi klien di tempat tidur
Pengertian mobilisasi
A.    Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (kosier, 1989).
B.     Tujuan dari mobilisasi antara lain :
C.     Memenuhi kebutuhan dasar manusia
D.    Mencegah terjadinya trauma
E.     Mempertahankan tingkat kesehatan
F.      Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
G.    Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
H.     
C. Faktor – faktor yang mempengaruhi obilisasi

1. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.

2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.

3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.

4. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.

5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
D. Tipe persendian dan pergerakan sendi
Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi yang dapat digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).
E. Toleransi aktifitas
Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisai, saat mobilisasi dan setelah mobilisasi.

Tanda – tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976).
a) Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
b) Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic.
c) Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.
d) Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.
e) Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan posisi tubuh.
f) Status emosi labil.
F. Masalah fisik

Masalah fisik yang dapt terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai sistim antara lain :

a) Masalah musculoskeletal

Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit.

b) Masalah urinary

Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine.
c) Masalah gastrointestinal

Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
d) Masalah respirai

Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2).
e) Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.
G. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain :
1. Perbaikan status gisi
2. Memperbaiki kemampuan monilisasi
3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif
4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh).
5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.
H. Macam – macam posisi klien di tempat tidur
1. Posisi fowler (setengah duduk)
2. Posisi litotomi
3. Posisi dorsal recumbent
4. Posisi supinasi (terlentang)
5. Posisi pronasi (tengkurap)
6. Posisi lateral (miring)
7. Posisi sim
8. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
MOBILISASI DENGAN MEMBERIKAN POSISI MIRING
Tujuan :
1. Mempertahankan bady aligment
2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
3. Mengurangi Meningkatkan rasa nyaman
4. kemungkinan terjadinya cedera pada perawat maupun klien
5. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap
Indikasi :
1. Penderita yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegi maupun para plegi
2. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi
3. Penderita yang mengalami pengobatan (immobilisasi)
4. Penderita yang mengalami penurunan kesadaran
Persiapan :
1. Berikan penjelasan kepada klien maksud dan tujuan di lakukan tindakan mpobilisasi ke posisi lateral.
2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran kuman ? micro organisme.
3. Pindahkan segala rintangan sehingga perawat leluasa bergerak.
4. Siapkan peralatan yang di perlukan.
5. Yakinkan bahwa klien cukup hangat dan privasy terlindungi.
Saran – saran atau hal – hal yang harus di perhatikan :
1. Perawat harus mengetahui teknik mobilisasi yang benar
2. Bila klien terlalu berat pastikan mencari pertolongan
3. Tanyakan kepada dokter tentang indikasi dan kebiasaan dilakukannya mobilisasi
Persiapan alat :
1. Satu bantal penopang lengan
2. Satu bantal penopang tungkai
3. Bantal penopang tubuh bagian belakang
Cara kerja :
1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat akan melakukan mobilisasi
2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih mudah bila di lakukan mobilisasi lateral
3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut :
a) Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping tempat tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral (misalnya; mau memiringkan kekana, maka perawat ada di samping kanan klien
b) Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung pada posisi tegak.
c) Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen.
d) Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh klien
e) Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi
4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk mencegah klien terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga).
5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat di dorong.
6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap untuk melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot terpanjang dan terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah trauma dan menjaga kestabilan.
7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di letakan pada bahu klien.
8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara :
a) Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian pantat dan kaki.
b) Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk menjaga keseimbangan dan ke takstabil
c) Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega
9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian yang penting sebagai berikut :
a) Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan tubuh dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian skakula dan illeum. Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi abduksi dan adduksi ada sendi leher.
b) Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada untuk mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta untuk mencegah / membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada bahu dan lengan atas.
10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk memberikan posisi yang tepat
11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan.
12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketheleen Haerth Belland RN. BSN, Mary and Wells RN Msed, 1986, Chlinical Nursing Prosedurs, California Jones and Bardlett Publishers Inc.
2. Diana Hestings. RGN RCNT. 1986, The Machmillan Guide to home Nursing London, Machmillan London LTD. Ahli bahasa : Prilian Pranajaya, 1980 editor lilian juwono Jakarta, Arcan.
3. Barbara Koezeir, Glenora Erb, 1983, Fundamental of Nursing, california Addison – Wesly publishing Division.
4. Barbara Koezeir, Glenora Erb, Oliveri, 1988, Fundamental of Nursing, Philadelpia Addison Wesly publishing Division.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ketheleen Haerth Belland RN. BSN, Mary and Wells RN Msed, 1986, Chlinical Nursing Prosedurs, California Jones and Bardlett Publishers Inc.
2. Diana Hestings. RGN RCNT. 1986, The Machmillan Guide to home Nursing London, Machmillan London LTD. Ahli bahasa : Prilian Pranajaya, 1980 editor lilian juwono Jakarta, Arcan.
3. Barbara Koezeir, Glenora Erb, 1983, Fundamental of Nursing, california Addison – Wesly publishing Division.
4. Barbara Koezeir, Glenora Erb, Oliveri, 1988, Fundamental of Nursing, Philadelpia Addison Wesly publishing Division.

PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIFITAS

A. Pengertian
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasim secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997).
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi
B. Tujuan Mobilisasi
Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain :
1. Mempertahankan fungsi tubuh
2. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
4. Mempertahankan tonus otot
5. Memperlancar eliminasi Alvi dan Urin
6. Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
7. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi
C. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Barbara Kozier (1995), antara lain :
1. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.
2. Proses Penyakit dan injury
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya, misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulutan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi, karena adanya rasa sakit/nyeri yang menjadi alasan mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; pasien setelah operasi dilarang bergerak karena kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi.
4. Tingkat energi
Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang dalam keadaan sehat.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja.
D. Macam Mobilisasi
Macam-macam mobilisasi antara lain :
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik mampu mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan dan kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari hari.
2. Mobilisasi sebagian
Pasien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi:
1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel pada sistim muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang
2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistim syaraf yang reversibel.
E. Kontra Indikasi Mobilisasi
pada kasus tertentu istirahat di tempat tidur diperlukan dalam periode tidak terlalu lama seperti pada pada kasus infark Miokard akut, Disritmia jantung, atau syok sepsis, kontraindikasi lai dapat di temukan pada kelemahan umum dengan tingkat energi yang kurang.
F. Mobilisasi Pada Pasien Pasca Pembedahan Abdomen.
Mobilisasi pasca pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca pembedahan dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur (latihan pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 1996 ).
Tahap-tahap mobilisasi pada pasien dengan pasca pembedahan menurut Rustam Muchtar (1992), meliputi :
1. Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pasien bisa melakukan latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan – miring kiri sudah dapat dimulai.
2. Pada hari ke 2, pasien didudukkan selama 5 menit, disuruh latihan pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan.
3. Pada hari ke 3 – 5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian berjalan di sekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.



Jumat, 02 Desember 2011

Teknik pemasangan infus

Teknik Pemasangan Infus
By SUPRAPTO Tujuan Utama Terapi Intravena:
  
1. Mengembalikan dan
mempertahankankeseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh
2. Memberikan obat-obatan
3. Transfusi darah dan produk darah
4. Memberikan nutrisi parenteral Keuntungan dan Kerugian Terapi
Intravena

  Keuntungan:

 Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran
obat ke tempat target berlangsung cepat.
 Absorsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi
lebih dapat diandalkan 
 Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek
terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi
 Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan
intramuskular atau subkutan dapat dihindari
 Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute
lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan
dalam traktus gastrointestinalis Kerugian:
 Tidak bisa mengubah aksi obat  tersebut sehingga
resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
 Kontrol  pemberian  yang  tidak  baik  bisa
menyebabkan “speeed Shock”
 Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
 Kontaminasi  mikroba  melalui  titik  akses  ke
sirkulasi dalam periode tertentu
 Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia
 Inkompabilitas  obat  dan  interaksi  dari  berbagai
obat tambahan    
 Peran Perawat Dalam Terapi Intravena

 Memastikan  tidak  ada  kesalahan  maupun
kontaminasi cairan infus maupun kemasannya
 Memastikan  cairan  infus  diberikan  secara  benar
(pasien,  jenis  cairan,  dosis,  cara  pemberian  dan
waktu pemberian)
 Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten
 Observasi  tempat  penusukan  (insersi)  dan
melaporkan abnormalitas
 Mengatur  kecepatan  tetesan  sesuai  dengan
instruksi
 Monitor  kondisi  pasien  dan  melaporkan  setiap
perubahan
 Persiapan  Infus  dan  Insersi  Kateter  pada  Vena
Perifer
  Persiapan Pasien
 Periksa rekam medis untuk mengetahui riwayat penyakit, alergi dan rencana
perawatan
 Periksa ulang perintah dokter mengenai cairan yang harus diberikan dan
kecepatan tetesan.
  Edukasi ( pendidikan) pasien mengenai:
 Arti dan tujuan terapi intravena (I.V)
 Lama terapi intravena
 Rasa sakit sewaktu insersi (penusukan)
Anjuran: 
 Laporkan ketidaknyamanan setelah insersi (penusukan)
 Laporkan jika kecepatan tetesan berkurang atau bertambah
Larangan:
      Mengubah/ mengatur kecepatan tetesan yang sudah diatur dokter/perawat
  Menarik, melepaskan, menekan, menindih infus set
  Sesuai intuksi dokter, misalnya larangan berjalan
 Ukuran  16
  Guna: – Dewasa
              - Bedah Mayor, Trauma
              - Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan
 Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi
                      - Butuh vena besar
Ukuran 18
  Guna:   - Anak dan dewasa
               - Untuk darah, komponen darah, dan infus kental   
  lainnya   
            Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi
                                           - Butuh vena besar
Ukuran 20
 Guna: – Anak dan dewasa
         - Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah,  komponen 
  darah, dan infus kental lainnya 
    Pertimbangan Perawat: umum dipakai                        

 Ukuran 22
Guna: – Bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut)
      - Cocok untuk sebagian besar cairan infus
Pertimbangan Perawat: 
 -  Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil,
tipis   dan     rapuh
-  Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat
-  Sulit insersi melalui kulit yang keras

Ukuran 24, 26
Guna: – Nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut)
  - Sesuai untuk sebagian besar cairan infus,tetapi  kecepatan
tetesan lebih lambat Persiapan Alat

1. Standar infuse
2. Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
3. Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan
ukuran yang dibutuhkan
4. Bidai / alas infuse
5. Perlak dan tourniquet
6. Plester dan gunting
7. Bengkok
8. Sarung tangan bersih
9. Kassa seteril
10. Kapas alkohol dalam tempatnya
11. Bethadine dalam tempatnya
 PELAKSANAAN
   Perawat cuci tangan
 Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang
sampiran
 Mengisis selang infuse
 Membuka plastik infus set dengan benar
 Tetap melindungi ujung selang seteril
 Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan
posisi cairan infus mengarah keatas.
 Menggantung cairan infus di standar cairan infuse
  Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan (
tapi jangan sampai terendam )
  Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
 Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan
keseterilan
 Cek adanya udara dalam selang
  Pakai sarung tangan bersih bila perlu
 Memilih posisi yang tepat untuk memasang infuse
 Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian yang akan
dipungsi
 Memilih vena yang tepat dan benar
 Memasang tourniquet
 Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol
dengan  tekhnik  sirkuler  atau  dari  atas  ke  bawah  sekali
hapus
 Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
 Menusukan  kateter  / abocath pada  vena  yang  telah dipilih
dengan apa arah dari arah samping
 Memperhatikan  adanya  darah  dalam  kompartemen  darah
dalam  kateter,  bila  ada maka mandrin  sedikit  demi  sedikit
ditarik keluar sambil kateter dimasukan perlahan-lahan
  Torniquet dicabut
 Menyambungkan  dengan  ujung  selang  yang  telah  terlebih
dahulu dikeluarkan cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan
menetes sedikit
 Memberi  plester  pada  ujung  plastik  kateter  /  abocath  tapi
tidak menyentuh area penusukan untuk fiksasi
 Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya
dengan kassa seteril kering
 Memberi  plester  dengan  benar  dan  mempertahankan
keamanan kateter / abocath agar tidak tercabut
 Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
 Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
 Perawat cuci tangan
 Catat tindakan yang dilakukan
 EVALUASI
  Perhatikan  kelancaran  infus,  dan  perhatikian
juga  respon  klien  terhadap  pemberian
tindakan

DOKUMENTASI
 Mencatat  tindakan  yang  telah  dilakukan
(waktu  pelaksanaan,  hasil  tindakan,  reaksi  /
respon  klien  terhadap  pemasangan  infus,
cairan  dan  tetesan  yang  diberikan,  nomor
abocath,  vena  yang  dipasang,  dan  perawat
yang melakukan ) pada catatan keperawatan
 PERHITUNGAN TETESAN INFUS

Kalibrasi Tetesan Infus
1. Micro drip
  1 cc = 60 tetes/menit 
2. Macro drip
1 cc = 15 tetes/ml (Abbot Lab)
1 cc = 15 tetes/ml ( Mc Graw Lab)
1 cc = 10 tetes/ml (Travenol Lab)
 Rumus menghitung kecepatan
cairan  (ml/menit)
          
        
        Jumlah Cairan yang masuk (cc) x 1 cc
Tetes/menit  = 
                          Lamanya infus (jam x 60 menit)  
        
 Contoh Soal:
  Tn.  “S”  masuk  rumah  sakit,  setelah
dilakukan  pemeriksaan  mendapatkan
terapi  cairan  500  cc  dan  cairan
tersebut  harus  habis  selama  7  jam.
Berapa  tetes cairan  tersebut diberikan
dengan makro drips 1 cc : 15 tetes ?
             jumlah cairan yang masuk (cc)
Lamanya infus =
                             Jumlah tetesan (tts/m) / 1 cc
 Contoh Soal:
  Tn.  “S” masuk  rumah  sakit,  setelah
dilakukan  pemeriksaan  mendapatkan
terapi  cairan 500  cc dan  cairan  tersebut
diberikan  20  tetes/menit.  Berapa  jam 
cairan  tersebut  habis  diberikan  dengan
makro drips 1 cc : 15 tetes ?
 Misalnya jumlah cairan 500 cc, dengan menggunakan ukuran macro drips
(1 cc = 15 tetes) maka berapa waktu absorbsi (jam) jika jumlah tetesan  :


1. 8 tetes/menit
2. 9 tetes/menit
3. 10 tetes/menit
4. 11 tetes/menit
5. 12 tetes/menit
6. 13 tetes/menit
7. 14 tetes/menit
8. 15 tetes/menit
9. 16 tetes/menit
10. 17 tetes/meint
11. 18 tetes/menit
12. 19 tetes/menit
13. 20 tetes/menit
14. 21 tetes/menit
15. 22 tetes/menit
16. 23 tetes/menit
17. 24 tetes/menit
18. 25 tetes/menit
19. 26 tetes/menit
20. 27 tetes/menit
21. 28 tetes/menit
22. 29 tetes/menit
23. 30 tetes/menit
1. 15 jam 6 menit
2. 14 jam
3. 12 jam 5 menit
4. 11 jam 36 menit
5. 10 jam 41 menit
6. 10 jam
7. 9 jam
8. 8 jam 33 menit
9. 8 jam
10. 7 jam 35 menit
11. 7 jam
12. 6 jam 57 menit
13. 6 jam 25 menit
14. 6 jam
15. 5 jam 43 menit
16. 5 jam 20 menit
17. 5 jam
18. 4 jam 80 menit
19. 4 jam 62 menit
20. 4 jam 46 menit
21. 4 jam 31 menit
22. 4 jam 16 menit Metode Pemenuhan kebutuhan cairan
dan Elektrolit
1. Pemberian Cairan Intravena ( Infus)
2. Mengukur Intake dan Output
3. Pemberian Transfusi Di lanjutkan di laboratorium